Thursday, April 21, 2016
On The Run PSSI Chief Sends Birthday Greetings
He may have, allegedly, fled the country following allegations he was, allegedly, linked with a corruption case but PSSI head La Nyall Mattalitti still found time to send birthday greetings to his organisation on their 86th anniversary. I do like the idea of a guy on the lam finding time to sit down and write a letter like this and wonder if he went to the post office to buy a stamp as well. More likely sent by email but it is a nice thought.
SAMBUTAN TERTULIS KETUA UMUM
Dirgahayu PSSI ke-86
Jakarta, 19 April 2016
-----------------------------
Bismilahirrohmannirrohim
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Salam sejahtera untuk kita semua
Yang saya hormati,
- Mantan Ketua Umum PSSI
- Ketua Komite Ad-Hoc Reformasi PSSI
- Ketua Dewan Kehormatan dan Dewan Pembina PSSI
- Ketua Umum KONI Pusat atau yang mewakili
- Ketua Umum KOI atau yang mewakili
- Wakil Ketua Umum PSSI
- Komite Eksekutif PSSI
- Para Pengurus PSSI
- Seluruh stakeholder sepakbola nasional yang hadir
Pertama-tama, mari kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang masih memberi kesempatan kepada Bapak Ibu saudara sekalian untuk hadir dan mengikuti, sekaligus menjadi saksi peringatan hari lahir PSSI yang ke-86.
Kedua, saya menyampaikan izin tidak bisa hadir dalam acara bersejarah ini karena saya masih harus berada di luar Jakarta dalam rangka memperjuangkan kebenaran yang saya yakini di mata hukum dalam perkara yang disangkakan kepada diri saya. Atas ketidakhadiran saya ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya.
Bapak Ibu yang saya hormati,
Melalui sambutan tertulis ini, saya kembali menekankan bahwa Bapak Ibu saudara sekalian, hari ini menjadi saksi sejarah, bahwa kita memperingati Dirgahayu PSSI dalam kondisi PSSI yang masih dibekukan oleh pemerintah.
Kita menjadi saksi sejarah, memperingati organisasi yang lahir sebelum republik ini ada, tetapi hari ini, organisasi yang dilahirkan sebagai alat perjuangan ini, harus kita peringati tepat satu tahun lamanya dibekukan oleh pemerintah kita sendiri.
Kita juga menjadi saksi sejarah, bahwa upaya hukum yang ditempuh PSSI dalam memperjuangkan pencabutan pembekuan tersebut belum juga diindahkan oleh pemerintah. Meskipun keputusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Bapak Ibu yang saya hormati,
Saya ingin kita merenung, mengingat dan merefleksi perjalanan satu tahun ke belakang. Agak panjang saya ingin bercerita.
Ketika itu, akhir tahun 2014, pemerintah melalui Kemenpora dan Tim Sembilan menyatakan PSSI harus direformasi. Tata kelola sepakbola nasional harus dibongkar dan diubah menjadi lebih baik.
PSSI dituding tidak becus mengelola organisasi sepakbola. Bahkan PSSI dituduh sarang mafia bola, sarang pengatur skor, dan semua tuduhan buruk dan jahat terkait sepakbola.
Kompetisi PSSI yang akan diputar Liga Indonesia pun diganjal dengan alasan dua klub dilarang ikut serta oleh BOPI, yakni Arema dan Persebaya. Meskipun setelah itu, kedua klub ini boleh menjadi peserta di turnamen-turnamen yang dibuka Presiden RI.
Rencana kongres pemilihan PSSI pun diminta untuk ditunda. Bahkan Tim Sembilan mengancam meminta kepolisian untuk tidak memberi ijin kongres PSSI di Surabaya. Dengan alasan yang tidak kita ketahui secara jelas.
Puncaknya, sehari sebelum KLB PSSI, tepatnya tanggal 17 April 2015, Menpora mengeluarkan SK Pembekuan PSSI yang disampaikan esok harinya, di arena Kongres sesaat setelah saya terpilih sebagai ketua umum PSSI. Surat pembekuan tersebut juga diikuti permintaan kepada seluruh instansi pemerintahan dan kepolisian untuk tidak memberikan fasilitas pelayanan kepada PSSI.
Sejak saat itu, peran PSSI digantikan Tim Transisi yang mengkampanyekan perbaikan tata kelola sepakbola nasional yang lebih baik. Lebih berprestasi dan dapat dibanggakan di mata dunia. Meskipun akibat pembekuan tersebut, sepakbola Indonesia dikucilkan dari pergaulan internasional akibat sanksi FIFA.
Bapak Ibu yang saya hormati,
Benarkah PSSI tidak becus mengelola organisasi sepakbola? Benarkah PSSI sarang mafia? Benarkah PSSI pengatur skor kompetisi? Siapakah pelakunya? Siapakah di antara anggota Komite Eksekutif PSSI yang terpilih di KLB Surabaya 18 April 2015 yang menjadi pelaku yang dituduhkan itu
Apakah saya? Atau wakil saya, Hinca Pandjaitan? Erwin Dwi Budiawan? Atau anggota Exco PSSI lainnya? La Siya? Djamal Aziz? Tonny Aprilani? Roberto Rouw? Diza Ali? Zulfadli? Husni Hasibuan? Hadiyandra? Deddy Reva? Atau Gusti Randa? Doddy Alex Nurdin? Johar Lin Eng?
Sebut saja siapa pelaku pengatur skor di Komite Eksekutif PSSI yang kemarin terpilih di KLB Surabaya? Langsung saja tunjuk hidung. Siapa mafia bola dari 15 Komite Eksekutif PSSI ini. Tapi ingat, buktikan. Jangan asal menuduh dan memfitnah.
Kita semua sudah melihat hakikat dari pembekuan itu. Yang intinya untuk mengganti kepengurusan PSSI yang ada sekarang. Padahal semua pihak tahu, kepengurusan masa bakti 2015-2019 terpilih secara sah melalui forum tertinggi organisasi, yaitu KLB pada 18 April 2015 lalu, yang dilaksanakan dengan tertib dan sesuai statuta PSSI.
Mengapa? Karena tidak ingin saya memimpin PSSI. Itu saja.
Mengapa tidak ingin saya memimpin PSSI? Karena saya orang yang independen. Tidak bisa diatur-atur dan tidak bisa ditekan-tekan. Saya tidak mungkin bisa diatur untuk menjadikan PSSI sebagai alat politik rezim penguasa.
Justru saya orang yang memerangi semua tuduhan busuk yang dialamatkan ke PSSI. Sehingga semua tuduhan yang dialamatkan kepada PSSI tidak satupun yang terbukti saya lakukan.
Saya tidak sedikitpun korupsi uang PSSI. Justru sebaliknya saya mengeluarkan uang pribadi di PSSI. Saya tidak pernah terlibat match fixing. Justru sebaliknya saya mendorong upaya memerangi dengan keras.
Jadi, sampai detik ini, tidak ada satu orang pun yang bisa menjawab; Apa salah saya di sepakbola? Sehingga kepengurusan saya harus diganti? Apalagi kepengurusan masa bakti 2015-2019 belum bekerja, sudah dibekukan.
Sekarang ini, bukan hanya pengurus PSSI yang didzolimi. Tetapi institusi PSSI juga didzolimi. Simbol dan lambang PSSI dilarang oleh tim transisi. Organisasi yang lahir sebagai alat perjuangan dan usianya lebih tua dari republik ini, tiba-tiba diperlakukan seperti layaknya organisasi terlarang.
Karena itu; Saya bersumpah akan menjaga harkat dan martabat sepakbola Indonesia. Saya bersumpah menjaga panji-panji organisasi ini sekuat tenaga saya.
Saya katakan kepada anggota klub-klub ISL. Saya menolak keinginan BOPI agar PSSI mencekal dua klub ISL, Persebaya dan Arema. Hal itu semata demi menjaga harkat dan martabat sepakbola. Karena sepakbola tidak mengenal like and dis-like. Karena hakekat sepakbola hanya mengenal respect, fairplay dan unity.
Karena itu, bagi saya tidak ada sedikitpun kamus untuk mundur. Karena semua yang mereka tuduhkan tidak saya lakukan. Bagi saya, berlaku prinsip; pantang meminta jabatan, tetapi amanah yang saya emban akan saya jalankan sekuat tenaga. Saya dipilih oleh 92 voter di kongres PSSI. Sehingga tidak mungkin saya mengkhianati para pemilih saya.
Bapak Ibu yang saya hormati,
PSSI sadar, sebagai organisasi dan induk cabang olahraga sepakbola masih banyak kekurangan. Karena itu kami bekerja keras mengejar agar sejajar dengan negara-negara anggota FIFA lainnya.
Sejak kongres unfikasi PSSI 17 Maret 2013 silam, dimana saya dipercaya sebagai wakil ketua umum, kami semua bekerja keras sesuai direktif FIFA. Saya pun diminta oleh Komite Eksekutif PSSI untuk mengurus Tim Nasional. Dalam jangka waktu sekitar dua tahun, peringkat Timnas kita berhasil merangkak naik dari 172, hingga mencapai 156 FIFA ranking.
Sejak saya di PSSI tahun 2013, saya memutuskan PSSI tidak lagi meminta dana APBN untuk Timnas. Sehingga tidak ada dana APBN yang masuk ke Badan Tim Nasional. Semua murni dari sponsor dan hak siar televisi. Karena saya menyadari betapa terbatasnya anggaran di Kemenpora apabila harus membantu pembiayaan Timnas sepakbola yang prestasinya masih belum gemilang.
Apalagi saya meyakini, pembinaan sepakbola Indonesia menuju prestasi gemilang tidak bisa instan tanpa pondasi yang kokoh di tingkat usia dini. Karena itu, setelah saya dipercaya anggota untuk memimpin PSSI di Kongres Surabaya 18 April 2015 lalu, saya memutuskan untuk concern di pembinaan sepakbola usia dini. Tentu hasilnya nanti akan kita lihat di masa yang akan datang.
Begitu pun di penataan organisasi. Saya mendukung dan mendorong semua upaya serius untuk meningkatkan kemampuan teknikal sepakbola kita. Sehingga kita harus membayar mahal dengan mempekerjakan tenaga- tenaga asing di departemen teknik.
Penguatan juga kita lakukan di badan yudisial PSSI. Hukum berat semua pelanggar kode disiplin dan kode etik organisasi. Termasuk hukum berat semua yang terlibat dalam tragedi sepakbola 'Gajah' antara PSIS Semarang dan PSS Sleman. Saya juga mendorong agar PSSI bekerjasama dengan Sport Radar, untuk memerangi match fixing.
Saya juga mendukung terbentuknya Departemen Integritas di PSSI. Bahkan saat kongres tahunan Januari 2015 tahun lalu, kami dan peserta Kongres menandatangani pakta integritas sebagai upaya untuk memerangi match fixing.
Kompetisi juga harus ditingkatkan. Klub harus dibantu mendapatkan iklim berkompetisi yang sehat dan bermutu. Sehingga potensi industri sepakbola terbangun dengan baik. Kami minta Liga Indonesia selaku operator untuk melakukan evaluasi dan peningkatan kualitas dengan bekerjasama dengan J-League dan UEFA.
Ini semua upaya yang serius dilakukan PSSI dalam masa kurang dari dua tahun setelah didera konflik dan dualisme kompetisi. Sehingga FIFA memberi apresiasi dengan meluncurkan beberapa program asistensi untuk PSSI. Di antaranya FIFA Performance Program, FIFA Goal Project, FIFA Financial Assistance Program dan lain-lain.
Tapi apa yang terjadi?
Semua yang dilakukan PSSI seolah sirna dan tidak pernah ada. Ditutupi hanya dengan pernyataan-pernyataan dari Menpora, Tim Sembilan, Tim Transisi yang mengatakan PSSI harus dirombak untuk menghasilkan tata kelola sepakbola yang lebih baik.
Lalu apa yang mereka hasilkan?
Timnas Senior tidak bisa berlaga di kualifikasi Pra Piala Dunia tahun 2015 kemarin. Timnas U-19 tidak bisa berlaga di event AFF Championship. Bahkan Indonesia juga batal menjadi tuan rumah event tersebut. Begitu pula anak-anak kita di Timnas U-16 yang juga tidak bisa berlaga di event AFF Championship, yang seharusnya kita juga menjadi tuan rumah.
Pelatih sepakbola dan wasit PSSI juga terkena dampak langsung. Semua program kursus untuk pelatih dan wasit lisensi A, B dan C standar AFC terpaksa dihentikan. Semua program peningkatan organisasi dan liga tidak bisa dilanjutkan.
Bahkan bantuan FIFA Goal Project, yang baru pertama kali diterima Indonesia, untuk peningatan dan pembangunan infrastruktur training center juga terpaksa tidak dilanjutkan. Begitu pula bantuan keuangan dari FIFA dan AFC untuk sepakbola wanita dan grass-root juga berhenti.
Yang menyedihkan lagi, dan masih terngiang dalam ingatan saya adalah ketika klub Persipura Jayapura yang berlaga di AFC Cup tahun lalu, dipaksa tidak bisa melanjutkan ke babak berikutnya.
Inikah tata kelola sepakbola yang lebih baik itu?
Bapak Ibu yang saya hormati,
Tiba-tiba semua diskusi tentang tata kelola itu hilang belakangan ini. Semua tuduhan yang tahun lalu digembar-gemborkan juga hilang seiring tidak adanya satupun bukti yang ditunjukkan.
Sekarang tiba-tiba diskusi kita menjadi KLB PSSI untuk memilih pengurus baru harus ditempuh agar PSSI kembali normal. Agar PSSI tidak dibekukan pemerintah. Pengurus harus diganti.
Sekali lagi saya tegaskan, PSSI kembali normal bukan ditempuh dengan KLB. Tetapi ditempuh dengan cara pemerintah mencabut SK Pembekuan PSSI. Pemerintah menaati dan menjalankan keputusan hukum yang telah memerintahkan SK Pembekuan dicabut. Itu saja.
Reformasi PSSI akan tetap berjalan. FIFA dan AFC sudah mengakomodasi keinginan pemerintah untuk membenahi apa yang kurang dari PSSI melalui komite ad-hoc reformasi PSSI.
Saya dan kami semua di PSSI siap duduk dan mendengar apa yang diharapkan pemerintah dalam perbaikan sepakbola. Apa yang harus ditingkatkan, apa yang harus diperkuat dan sebagainya. Kami pun juga siap bekerjasama dengan pemerintah seperti yang dilakukan federasi sepakbola di negara-negara lain.
Bapak Ibu yang saya hormati,
Sekali lagi saya tekankan, apa yang saya lakukan hanyalah menjaga harkat dan martabat sepakbola Indonesia. Sebab saya telah bersumpah menjaga panji-panji organisasi ini sekuat tenaga saya.
Bagi saya, menjaga kedaulatan PSSI bukalah melawan pemerintah. Karena hakikatnya, pemerintahan yang baik akan memberi ruang dan mendukung masyarakatnya untuk mengembangkan diri dan berprestasi.
Dan jika PSSI kukuh pada sikap menjaga kedaulatan organisasinya, itu adalah wujud nyata dari bentuk ketaatan pada aturan.
Rumah sepakbola bernama PSSI harus dijaga tetap pada fondasinya. Yakni Statuta. Sehingga keluarga sepakbola dapat memainkan sepakbola pada tatanan yang benar.
Karena itu, saya bersurat kepada FIFA dan AFC, sesuai statuta PSSI pasal 39 ayat 6, saya menugaskan wakil ketua umum Saudara Hinca Pandjaitan dan saudara Erwin Dwi Budiawan untuk menjalankan tugas dan fungsi saya di PSSI, selama saya masih belum bisa aktif.
Bapak Ibu yang saya hormati,
Kepada seluruh masyarakat sepakbola Indonesia dimanapun berada, peringatan hari lahir PSSI ini harus menjadi momentum kita untuk bersama mendesak pemerintah untuk mencabut sanksi terhadap PSSI agar kita segera terbebas dari sanksi FIFA.
Pemerintah harus kita yakinkan, bahwa reformasi untuk perbaikan kinerja dan kualitas prestasi PSSI akan terus berjalan dengan kerjasama yang baik antara PSSI dan pemerintah dengan duduk bersama-sama.
Momentum geliat sepakbola melalui Indonesia Soccer Championship yang diikuti klub-klub ISL dan Divisi Utama yang sebelumnya berlaga di kompetisi Liga Indonesia harus bisa menjadi isu perekat untuk mengakhiri kemelut ini. PSSI dan pemerintah dalam satu irama untuk mendorong ajang sepakbola profesional itu berlangsung dengan baik.
Sehingga tinggal satu langkah lagi untuk menyambut Kongres FIFA tanggal 11 dan 12 Mei mendatang, yang menjadi pertaruhan kita sebagai bangsa dan negara. Semoga Indonesia segera terbebas dari sanksi internasional.
Saya yakin kita bisa melalui perjalanan ini dengan baik dan penuh hikmah. Karena sepakbola memang harus memberi inspirasi kepada bangsa tentang nilai-nilai dan spirit olahraga.
Bapak Ibu yang saya hormati,
Terakhir, saya ingin menjelaskan perkara hukum yang saya alami dalam kapasitas saya sebagai Ketua Umum Kadin Jatim, dimana saya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jatim.
Saya telah menggunakan hak hukum saya dengan menempuh Pra Peradilan atas perkara tersebut. Dan Alhamdulillah, pengadilan memutuskan mengabulkan permohonan saya pada 12 April 2016 lalu.
Tetapi apa yang terjadi? Seperti Bapak Ibu saudara ketahui dari sejumlah media, kejaksaan kembali mengeluarkan penetapan tersangka kepada saya dalam perkara yang sama. Bahkan Kepala Kejaksaan Jatim mengatakan akan melakukan hal yang sama kalau pun saya menang kembali di pengadilan. Innalillahi wainna ilaihi rojiun. La hawla wala quwwata illa billah.
Tetapi biarlah perkara ini saya hadapi dan saya perjuangkan. Pengorbanan akan selalu ada. Saya hanya mohon doa dari Bapak Ibu saudara sekalian agar kebenaran ditunjukkan oleh Yang Maha Kuasa.
Menggunakan hukum sebagai alat memang bisa dilakukan rezim penguasa untuk memuluskan niatnya. Tetapi ingat; Ada yang lebih berkuasa di atas penguasa. Yaitu Dia yang menguasai langit dan bumi. Dia yang Maha Berkuasa dan Kekal.
Wabilahiltaufiq walhidayah,
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Hormat saya,
La Nyalla Mahmud Mattalitti